Buscar

Páginas

Seleksi In Vitro dengan Menggunakan PEG

Penggunaan metode seleksi in vitro pada perbaikan tanaman telah banyak digunakan untuk meningkatkan sifat ketahanan baik terhadap faktor biotik maupun abiotik. Seleksi in vitro lebih efesien dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan, karena melalui seleksi in vitro jutaan sel dapat diseleksi dengan hanya menggunakan beberapa botol kultur atau petridis, sedangkan seleksi di lapang harus menggunakan berates - ratus tanaman yang diuji pada areal yang lebih luas, selain itu seleksi in vitro tidak terlalu dipengaruhi oleh lingkungan serta memungkinkan melakukan seleksi pada tingkat sel (Biswas et al., 2002).

Seleksi in vitro telah banyak digunakan untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Beberapa jenis tanaman dilaporkan mengalami peningkatan toleransi terhadap cekaman kekeringan seperti pada tanaman padi, Barley, gandum, raspberry, jagung, tomat (Lestari et. al., 2004; Bandurska, 2000; Bajji, et.al., 2000; Georgieva, et.al., 2004; Matheka, et. al., 2008). Teknik in vitro melalui variasi somaklonal dan perlakuan mutasi fisik seperti iradiasi sinar gamma pada jaringan atau sekelompok sel (kalus) merupakan alternatif untuk mendapatkan varian yang diinginkan. Melalui seleksi in vitro varian tersebut dapat diseleksi untuk mendapatkan varian tanaman yang toleran terhadap kekeringan (Sutjahjo, et. al., 2007).

Seleksi in vitro untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan yang dihasilkan dari kultur in vitro dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan metode seleksi in vitro sehingga dapat bermanfaat dalam program pemuliaan tanaman (Ahloowalia 1990; Mattjik 2005). Untuk mendapatkan varian somaklonal yang diinginkan biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik seleksi in vitro. Dalam hal ini kondisi selektif tertentu dapat digabungkan dalam media kultur in vitro dan dipakai untuk menumbuhkan varian-varian somaklon yang telah diperoleh. Tanaman hasil regenerasi dari jaringan yang dapat mengatasi kondisi selektif tersebut, besar kemungkinannya juga akan mempunyai fenotipe toleran terhadap kondisi selektif. Hal ini sangat menguntungkan karena proses seleksi yang dilakukan in vitro akan sangat efisien mengingat tempat yang dibutuhkan relatif sedikit, kondisi selektif dapat dibuat homogen, dan efektifitas seleksi akan sangat tinggi. Menurut Bhojwani (1990), kombinasi antara induksi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro merupakan salah satu kesempatan yang menawarkan kemudahan dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik.

Metode seleksi in vitro sangat cocok digunakan untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap kekeringan, karena dapat dilakukan penapisan atau penyaringan pada sekelompok populasi (sekelompok sel) pada kondisi yang seragam pada lingkungan yang terbatas. Dalam hal ini, ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam seleksi in vitro. Pertama, sistem regenerasi pada sel atau kalus yang resisten hasil seleksi. Kedua, kemampuan sel/kalus untuk memelihara integritas genetik ketahanan pada material yang diseleksi. Ketiga, perubahan genetik pada proses seleksi tidak hanya sekedar adaptasi fisiologis saja (Chopra et al., 1989). Salah satu metode untuk seleksi cekaman kekeringan secara in vitro yang digunakan adalah penggunaan senyawa osmotic stress seperti polyethylen glycol (PEG).

Tersedianya agen selektif untuk simulasi kekeringan yaitu PEG serta tersedianya sistem regenerasi kalus dan tunas menjadi planlet, memungkinkan seleksi invitro dapat dilakukan untuk mendapatkan tanaman jeruk resisten terhadap kekeringan.

Disadur dari Tinjauan Pustaka Thesis Nur Fitriyah, SP

0 komentar:

Posting Komentar