Buscar

Páginas

Skopolamin

Skopolamin (C17H21NO4)

Karakteristik Skopolamin

Skopolamin merupakan bentuk heterosiklik tropan alkaloid yang secara alami ditemukan pada tanaman solanaceae. Isolasi pertama pada akhir abad 19, telah menemukan berbagai fungsi dari senyawa ini. Pada manusia, skopolamin berperan sebagai therapeutical dalam prosedur opthamallogical yang mampu menyebabkan mydriosis, pemanjangan dialasi iris, dan digunakan untuk mencegah motion sickness (mabuk perjalanan). Karena mempunyai kemampuan menekan system saraf pusat, senyawa ini digunakan sebagai amnesiac pada ibu yang akan melahirkan, yang menimbulkan efek “Twilight Sleep”. Skopolamin biasa disimpan dalam bentuk hidrat atau sebagai asam dengan HCl atau HBr ( Roberts,1998)
Karakteristik lain dari skopolamin disajikan pada tabel di bawah:
Table 1. Properties of Scopolamine (C17H21NO4)
Names
Systematic

Trivial

Commercial

[7(S)-(1a, 2b, 4b, 5a, 7b)]-a-(Hydroxymethyl)benzeneacetic acid 9-methyl-3-oxa-9-azatricyclo(3.3.1.02,4)non-7-yl-ester (14)
Hyoscine, scopolamine, Benzenacetic acid, a-(hydroxymethyl)scopolamine, scopine tropate, tropic acid ester with scopine, L-scopolamine, 6,7-epoxytropene tropate (14)
Buscopan ™, Hyospasmol ™, Lotanal ™, Oportunin ™, Scop ™, Scopoderm T ™, Spasmofen ™ (1)
Molecular weight (12)
303.06 g/mol
Percentage composition (14)
C: 67.31%, H: 6.98%, N: 4.62%, O: 21.10%
Melting points (12)
Monohydrate
Dihydrate
Hydrogromide tri-hydrate
aurichloride
auribromide
vicarate

59 o C
37-38 o C
181-182 o C
214-215 o C
209-210 o C
173.5-174.5 o C
Optical Rotation (12)
l-scopolamine
-18 o in ethanol sirup
-28 o in water
pKa (12)
7.55-7.8

Isolasi Skopolamin

Isolasi pertama skopolamin dilaporkan dalam campuran ras dengan hiosin oleh Albert Ladenburg, kimiawan Jerman yang meneliti alkaloid pada tanaman di akhir tahun 1800-an (Ladenburg, 1881). Saat Ladenburg menyelesaikan isolasi pertama skopolamin, O.Hesse dan E.Schmidt berkontribusi mengkarakterisasi skopolamin dan hiosin(Budavari, 1996).

Selama kristalisasi hiosiamin dari ekstrak inang liquor tanaman Hyoseyamus, Ladenburg mencatat keberadaan alkaloid yang tidak diisolasi sebelumnya yang tetap dalam solusi. Skopolamin, yang disebut ‘amorphous hiosiamin’, dianggap menjadi produk sisa/buangan oleh peneliti sebelumnya (Ladenburg, 1881). Prosedur yang digunakan untuk mendapatkan hiosin dari produk isolasi hiosiamin meliputi acidifikasi solusi dengan hidroklorik acid, diikuti dengan salt-resin formation dengan Ag dari AgCl. Sejak bentuk resin dengan bahan lain pada solusi seperti hiosiamin, purifikasi diperlukan. Setelah pembentukan produk yang diinginkan, purifikasi diikuti dengan pengulangan dissolusi dan rekristalisasi produk hiosin resin. Sebagai bagian penelitian ini, Ladenbur juga menentukan bahwa titik lebur garam emas (gold salt) dua bahan berbeda dengan rata-rata 38 sampai 400C. Peleburan garam hiosin dan penguraian pada suhu 196 sampai 1980C. Sedangkan titik lebur hiosiamin pada 1600C.





Gambar di bawah adalah struktur kimia dari skopolamin, hiosin dan hiosiamin
Sintesis Skopolamin

Sintesis Skopolamin di laboratorium ditemukan oleh Fodor pada tahun 1957 dari 3a-acetoxytrop-6-ene, diperoleh melalui 3 rute, melalui beberapa alkaloid intermediate.
Pada rute pertama 6b-phenylcarbamoyloxytropanone diubah menjadi 6bphenylcarbamoyloxytropan-3a-ol. Selanjutnya esterifikasi dengan acetyl chloride dihasilkan 3a-acetoxy-6b-phenylcarbamoyloxytropan-3a-ol. Purifikasi pada vaccuo distilasi di dalam sebagai tambahan untuk pyrrolysasi pada 2500C dihasilkan 3a-acetoxytropna-6b-ol (Fodor, 1957).

Rute kedua pembentukan 3a-acetoxytropna-6b-ol meliputi konversi 3a, 6b-diacetoxytrpoane oleh Kunz hidrolisis yang mengubah 6b-grup acetyl. Pada kedua kasus 3a-acetoxytropan-6b-ol yang telah diesterifikasi dengan toluene-p-sulpohnate ester dan diperlakukan kolidin dan panas, yang memberikan 3a-acetoxytrop-6-ene melalui eliminasi (Ansell, 1985).

Pada rute ketiga untuk pembentukan 3a-acetoxytrop-6-ene, reaksi dehidrasi dari racemic tropane -3a-6b-diol menggunakan Ts2O atau PCl3 dibentuk epoksida antara karbon 3dan 6 pada tropane ring melalui reaksi SN2i. Acetyl bromide pada collidine dan diethyl aniline ditambahkan untuk memotong jembatan epoksida, menghasilkan (+/-)-3a-acetoxy-6b-bromotropane. Dehidrobrominasi dan deracemisasi menghasilkan 3a-acetoxytrop-6-ene.

Perombakan 3a-acetoxytrop-6-ene to trifloroperacetic acid (CF3CO3H) formic acid dan 80% HOOH memotong ikatan ganda antara C6 dan C7 dari tropane ring dan membentuk O-acetylscopine. Konversi untuk skopin diikuti oleh pemindahan grup Ac melalui hidrolisis Kunz. Perlakuan dengan HCl dan nitrobenzene pada 650C dihasilkan O-acetylscopolamine, yang dipurifikasi oleh elusi partisi kromatografi dengan butanol-N-HCl. Hidrolisis acid dihasilkan dalam pemindahan grup asetil dan pengubahan menjadi (+)-skopolamin

Biosintesis Skopolamin

Letak sintesis dan akumulasi skopolamin berbeda pada satu tanaman dengan tanaman yang lain dalam genus Datura. Pada umumnya, skopolamin disintesis pada akar tanaman muda dan diakumulasi pada bagian aerial (batang, daun, buah, biji) (Anonymous,1999). Menggunakan karbon isotop hydrogen, Romeik dan Aurich menemukan metode sintesis skopolamin. Misalnya, ditemukan penggabungan tropine dan sodium acetat kedalam kultur sel yang mengarah pembentukan radioaktif acetyl tropine. Karena itu, dipostulatkan bahwa tropine yang merupakan precursor dari skopolamin diesterifikasi didalam tanaman.

Biosinthesis adalah regulasi sejumlah enzim di tanaman, termasuk tropinone reductase I dan hiosiamin 6b -hydroxylase. Synthesis yang sesungguhnya skopolamin mengikuti tropinone pathway, yang juga menghasilkan banyak produk. Asam amino ornitin diubah menjadi N-methylornithine, yang merupakan precursor N-methylputrescine, melalui putrescine N-methyl transferase (Leete, 1954)

Selanjutnya, N-methylpyrrolinium dihasilkan oleh deaminasi aksidatif. Grup a-amino dari precursor ornitin hilang disini. Bahan-bahan dirubah menjadi hygrine melalui kondensasi dengan acetoacetyl-CoA. Pengubahan ke tropinon, dari hygrine melalui siklisasi. Selanjutnya tropinon dengan adanya enzim tropinon reductase I berubah menjadi tropin. Esterifikasi tropin dengan 3-phenyllacetic acid (derivative dari phenylalanine membentuk littorine ( Roberts, 1998). Bagian sintesis ini yang sesuai dengan penemuan penelitian yang disebutkan diatas. Selanjutnya, penyusunan dalam grup phenyllactoyl dari littorine membentuk hiosiamin. Akhirnya, konversi ke skopolamin dikatalis oleh hiosiamin 6b-hydroxylase, yang menambah grup hydroxyl pada posisi 7b. Selanjutnya diikuti dengan oksidasi untuk membentuk epoksida pada karbon 6- and 7- b.
Review jurnal tentang skopolamin
1. Produksi skopolamin dan hiosiamin melalui kultur rambut akar Brugmansia candida: pengaruh kalsium klorid, hemisellulase dan theophylline (Alvarez,et al, 2000)

Pendahuluan

Kultur rambut akar Brugmansia candida (Solanaceae) telah dilakukan untuk menghasilkan skopolamin dan hiosiamin. Salah satu kelemahan utama kultur organ dan sel tanaman secara in vitro untuk produksi metabolit sekunder adalah hasilnya yang rendah (Buitelaar &Tramper 1992). Elisitasi yang merangsang respon pertahanan dalam tanaman, adalah pendekatan yang sering dilakukan untuk mengembangkannya (Mukundan & Hjortso, 1990, Ramakrishna et al., 1993), Chang et al., 1998). Dalam penelitian jalur transduksi signal dalam mekanisme pertahanan tanaman, Ca2+ diajukan sebagai messenger kedua (Nishi, 1994). Bagaimanapun juga peranan cAMP, belum jelas (Walden, 1998), tetapi keberadaan cAMP dalam kejadian fisiologi yang berbeda dalam sel tanaman (Assmann, 1995). Theophylline adalah inhibitor cAMP phosphodiesterase, meningkatkan konsentrasi intraseluler cAMP. Nishii (1994) melaporkan bahwa sintesis phytoalexin dapat dirangsang dengan theophylline. Karena itu, theophylline dapat digunakan untuk meningkatkan respon kultur sel tanaman terhadap elisitor. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh CaCl2 (abiotik elisitor dan messenger kedua) hemicellulase (elisitor biotic) dan theophylline pada produksi dan pelepasan hiosiamin dan skopolamin dalam rambut akar B.candida. Selain itu juga dipelajari pengaruh fase pertumbuhan dalam responnya terhadap elisitasi.
Bahan dan Metode
Inisiasi, perawatan dan elisitasi kultur rambut akar

Kultur rambut akar B. candida dilakukan dan dipelihara seperti yang dideskripsikan oleh Pitta-Alvarez & Giulietti (1995). Dalam penelitian elisitasi, 50-100 mg dari pucuk akar yang berusia 15 hari ditransfer ke 25 ml media Gamborg yang bebas hormone (Gamborg et al, 1968) dengan konsentrasi setengah garam dan vitamin (B51/2), disuplemen dengan 30 g sucrose l-1, dimasukkan dalam Erlenmeyer 125 ml. Kemudian diinkubasi pada 24 ± 20C, dalam gyratory shakers 100 rpm dengan photoperiode 16 jam, lampu fluoresen putih pada intensitas cahaya kira-kira 1,8 wm-2. Akar tidak dilindungi dari elisitor untuk periode 24 dan 48 jam. Berat segar dan hiosiamin dan skopolamin di akar dan media ditentukan.

Elisitor

CaCl2 ditambahkan pada kultur yang berumur 18 hari sebanyak 50 mM. Hemiselulase (5 U mg-1) (dari Aspergillus niger) dalam air yang disuling, disterilisasi dengan filtrasi dan ditambah pada saat berusia 18 hari dan 30 hari dari kultur akar sebanyak 100 µg ml-1. Aminophylline (bentuk soluble dari theophylline) di filter sterilisasi dan ditambahkan tersendiri atau dengan elisitor lain sebanyak 0,25 mM.
Metode Analisis

FW, ekstraksi alkaloid dan penentuan skopolamin dan hiosiamin dilakukan seperti yang dilakukan oleh Pitta-Alvarez & Giulietti (1995). Pengaruh perlakuan yang nyata ditentukan menggunakan analisis ANOVA. Variasi diantara rata-rata perlakuan dianalisis menggunakan prosedur Tukey’s (Tukey 1953) (p=0,05).
Hasil dan pembahasan


Fig. 1. Effect of (a) CaCl2 50 mM and (b) hemicellulase 100 _g ml􀀀1 on the accumulation and release of scopolamine and hyoscyamine in hairy root cultures of B. candida. Sr: scopolamine in roots, Hr: hyoscyamine in roots; Sm: scopolamine released into the medium; Hm: hyoscyamine released into the medium; nd: not detected. Control values (in _g g􀀀1 FW): Sr: 1200; Hr: 200; Sm: 40; Hm: 20. Absolute values (alkaloids in the biomass and in the medium expressed as percentages of the control absolute values): CaCl2 50 mM: Scopolamine:30% (24 h) and 􀀀56% (48 h), Hyoscyamine: 45% (24 h) and 􀀀56% (48 h). Hemicellulase 100 _g ml􀀀1: Scopolamine: 117% (24 h) and 32%(48 h), Hyoscyamine: 226% (24 h) and 􀀀45% (48 h). Data marked with (*) are significantly different with respect to the corresponding controlaccording to Tukey’s test (p D 0:05).

Pada gambar 1a menunjukkan bahwa CaCl2 (50 mM) meningkatkan konsentrasi intraseluler kedua alkaloid dan pelepasan skopolamin setelah 24 jam. Hasil ini sesuai dengan salah satu penemuan Gontier et al (1994) dimana mereka menemukan bahwa Ca2+ meningkatkan kandungan intraseluler skopolamin dan hiosiamin dalam kultur suspensi Datura innoxia 10 kali. Bagaimanapun juga mereka menggunakan konsentrasi yang lebih rendah dari Ca2+ (10 mM), dan digunakan dalam kultur sel dengan konsentrasi yang rendah pada awalnya pada kedua metabolit. Seperti yang terlihat pada gambar 1b, hemiselulase merangsang akumulasi intraselular secara signifikan dari skopolamin dan hiosiamin setelah 24 jam. Skopolamin yang dilepaskan dalam medium ditingkatkan selama waktu penelitian, sedang pelepasan hiosiamin tidak terpengaruh. Peningkatan produksi skopolamin dengan penambahan CaCl2 setelah 24 jam sebesar 30 %, dan dengan hemiselulase setelah 24 jam adalah 117% dan 48 jam sebesar 32%. Pada hiosiamin, peningkatan produksi dengan penambahan CaCl2 sebesar 45% dan hemiselulase 226% setelah 24 jam, dan juga setelah 48 jam mengalami peningkatan 45%. Tidak ada perubahan signifikan dalam FW.

Sel tanaman mempunyai respon yang kurang baik terhadap elisitor saat kultur dimulai untuk akumulasi bahan inducible, yang biasanya selama fase eksponensial akhir, dan prosedurnya bahkan dapat menekan biosinthesis (Brodelius & Pederson 1993). Karena itu, sebagian besar kultur sel tanaman merespon hanya selama fase pertumbuhan eksponensial. Bagaimanapun juga, pada rambut akar yang digunakan dalam penelitian ini, yang tumbuh mengikuti model eksponensial, akumulasi tropan alkaloid selama fase eksponensial (Pitta-Alvarez & Giulietti 1995). Sebagai konsekuensi, dalam percobaan untuk mengembangkan tanggapan dalam bagian penelitian ini, akar dielisitasi pada fase akhir eksponensial ( kultur berusia 30 hari), di saat produksinya berkurang. Lebih jauh, mempertimbangkan hasil yang diperoleh Gontier et al. (1994), konsentrasi CaCl2 yang diuji direndahkan sampai 10 mM.
.
Fig. 2. Effect of theophylline 0.25 mM, CaCl2 10 mM and hemicellulase 100 _g ml􀀀1 on accumulation of scopolamine and hyoscyamine in hairy root cultures of B. candida after (a) 24 h and (b) 48 h. Abbreviations used in the figure: Theophylline: Th; Hemicellulase: Hase. Sr:scopolamine in roots, Hr: hyoscyamine in roots. Control values (in _g g􀀀1 FW): Sr: 210 (24 h), 75 (48 h); Hr: 37 (24 h), 210 (48 h). The absolute values are the same as Sr and Hr because no alkaloids were detected in the medium. Data marked with (*) are significantly different
with respect to the corresponding control according to Tukey’s test (p D 0:05)

Gambar 2 menunjukkan bahwa, setelah 24 jam, theophylline menghasilkan penurunan produksi hyosiamin dan skopolamin, sedangkan CaCl2 dan hemiselulase meningkatkan hiosiamin (120%). CaCl2 tidak mampu mengembalikan pengaruh negative theophylline pada akumulasi hiosiamin dan skopolamin di akar, sedangkan penambahan hemiselulase pada theophylline dihasilkan peningkatan hiosiamin sampai 148%. Gambar 2 b menunjukkan bahwa, setelah elisitasi 48 jam, terdapat penurunan akumulasi dari kedua alkaloid. Skopolamin dan hiosiamin tidak terdeteksi di media. Tidak terjadi perubahan yang signifikan pada FW.

Jika hasil yang diperoleh pada kultur yang berumur 18 dan 30 hari dibandingkan, jelas bahwa periode pertumbuhan dimana elisitor ditambahkan mempunyai peranan yang penting dalam respon. Hal itu mungkin bahwa dalam rambut akar B.candida rute sekunder lain tampaknya lebih dirangsang selama fase stationary akhir, sebagai contoh, sesquiterpen, yang merupakan phytoaleksin pada Solanaceae.

2.Perbandingan pengaruh perbedaan elisitor pada kandungan hiosiamin dan skopolamin pada akar rambut kultur Brugmansia candida

Pada penelitian lain oleh Alvarez,et al (2003) dilakukan untuk mengetahui perbandingan pengaruh perbedaan elisitor pada kandungan hiosiamin dan skopolamin kultur akar rambut Brugmansia Candida, menggunakan empat macam elisitor yaitu pektinase, B.candida root homogenate, Hormonema ssp.homogenate, dan acetat control buffer. Pektinase meningkatkan intraseluler hiosiamin (200-300%) dan pelepasan kedua alkaloid sampai 1500% (skopolamin) dan 1100% (hiosiamin). Namun, peningkatan yang diamati pada kedua alkaloid di akar dengan acetat control buffer lebih tinggi daripada dengan pektinase, diperoleh peningkatan 700% hiosiamin dan 200% pada skopolamin. B.candida root homogenate meningkatkan akumulasi (50-600%) dan produksi spesifik kedua alkaloid (150%). Sedangkan Hormonema ssp.homogenate menunjukkan respon yang berbeda menurut media asli dimana jamur tersebut ditumbuhkan.

Daftar Pustaka

Anonymous. 1999. Nastech files and for intranasal scopolamine. Nastech Pharmaceutical Company Inc.press release. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Ansell, M.F. 1985. Rodds’s chemistry of carbon compounds. New York. Elsevier. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Budavari, Susan. Ed. The merck index. 12 ed. 1996. Merck & Co. inc. New Jersey. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Fodor, G. 1957. Tetrahedron. 14:86. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Ladenburg, Albert. 1881. Justus Liebig’s Annalen Der Chemie. 206:274. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Leete, E., Marion, L., and Spencer, I,D. Nature. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine

Pitta-Alvarez, T.C. Spollansky & A.M. Giulietti. 2000. Scopolamine and hyoscyamine production by hairy root cultures of Brugmansia candida: influence of calcium chloride, hemicellulase and theophylline

Pitta-Alvarez, S.I., P.L. Marconi, A. Giulietti. 2003. Comparison of the influence of different elicitors on hyoscyamine and scopolamine content in hairy root cultures of Brugmansia Candida. In Vitro Cellular and Developmental Biology – Plant 39 (6):640-644

Roberts, M.F., and Wink, M. 1998. Alkaloids: Biochemistry, Ecology and Medicinal Application. New York: Plenum Press. In Binotto, J., Sukhman, C., Shahbaz K., Banji L., and Amanda R. A General Review of the Chemistry and Utility of Scopolamine





1 komentar:

aprianti

like this :)

Posting Komentar