Pertumbuhan in vitro tanaman sebagian besar ditentukan oleh komposisi media kultur. Komponen utama sebagian besar media kultur jaringan tanaman adalah garam mineral dan gula sebagai sumber karbon dan air. Komponen lain terdiri dari suplemen organik, pengatur tumbuh, gelling agen (Gamborg and Phillips, 1995). Meskipun, sejumlah komposisi bahan dalam media berbeda untuk tiap fase kultur dan spesies tanaman, media dasar MS (Murashige & Skoog, 1965) yang diperkaya dengan berbagai senyawa organic, vitamin, dan zat pengatur tumbuh adalah media yang paling sering digunakan. Soezek dan Hempel dalam Edwin, 2007 menemukan bahwa dalam media Murashige et.al (1974) disarankan untuk kultur pucuk Gerbera jamesonii, thiamine, pyridoxine dan inositol dapat dihilangkan tanpa banyak pengurangan dalam tingkat multiplikasi tunas dari kultur lokal. Ishihara dan Katano (1982) menemukan bahwa kultur pucuk Malus dapat ditumbuhkan hanya pada garam MS, tanpa memerlukan inositol dan thiamin. Linsmaier dan Skoog, 1965, menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan optimum dari jaringan kalus tembakau pada garam MS hanya memerlukan penambahan myo-inositol dan thiamine. Tingkat thiamin dinaikkan 4x lipat dari yang biasa digunakan dalam media MS, tetapi nicotinic acid, pyridoxine dan glycine tidak diperlukan. Pada media Knop Heller, vitamin yang digunakan hanya thiamin.
Pada umumnya, pilihan media tergantung tujuan dan spesies atau varietas tanaman yang dikulturkan. Rasio auksin dan sitokinin dalam media kultur penting dimana kombinasi diantara mereka menentukan respon morphogenic untuk pembentukan akar dan tunas. Osmolaritas dari media kultur, agitasi dan aerasi suspense kultur mempunyai pengaruh penting pada pembelahan sel tanaman. Media kultur bisa berbentuk solid, semisolid atau liquid, tergantung pada ada atau tidaknya gelling agen (Prakash et al.,2004).
Bahan-bahan kimia media berperan kurang dari 15% dari biaya produksi tanaman mikro (Prakash, 1993). Pada beberapa kasus biayanya bisa berkurang hingga 5%. Pada komponen media, gelling agen seperti agar mempunyai kontribusi 70% dari biaya. Bahan lain pada media, seperti garam mineral, gula, dan pengatur tumbuh, mempunyai pengaruh minimal pada biaya produksi. (Prakash et al.,2004). Tingginya kontribusi biaya bahan pemadat pada media, mendorong dilakukan penelitian untuk mengganti pemadat standar (oxoid) yang harganya mahal dengan agar swallow, atau tanpa pemadat (media cair) (Mariska dan Syahid, 1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan agar swallow yang harganya sangat murah untuk bahan pemadat memberikan hasil yang sama baiknya dengan agar oxoid. Jumlah tunas yang dihasilkan dari agar swallow sama banyaknya dengan agar oxoid demikian pula dengan jumlah akarnya. Selain penggantian bahan pemadat, penggunaan media cair dapat digunakan untuk menurunkan biaya produksi. Disamping itu, media cair lebih efisien dalam penggunaan tenaga dan waktu.( Mariska, et al, 2000). Suharti, 1991, menyatakan bahwa media cair memberikan hasil yang baik untuk menginduksi pertunasan tetapi media yang digunakan kombinasi BA dengan NAA.
Berdasarkan pada harga terbaru berbagai bahan yang digunakan, perkiraan biaya pembuatan 1 liter media MS dengan menggunakan agar oxoid adalah Rp 33.300, sedangkan media dengan menggunakan agar swallow adalah sebesar Rp 2600 dan Rp 655 untuk media cair. Biaya media pertanaman tergantung pada jumlah yang dikeluarkan dan tingkat multiplikasi tanaman per botol kultur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar